Jumat, 29 April 2016

DISABILITAS DAN PANDANGAN MASYARAKAT

“Tuhan tidak pernah menciptakan keberuntungan atau ketidakberuntungan,

Tuhan memberikan kesempatan untuk meraih yang kita tuju

dan bagai mana cara kita atau jalan kita untuk memperolehnya”



A.     Perjalanan Paradigma 

Disabilitas bukanlah hal baru ditelinga kita, dahulu kita mengetahuinya dengan kata penyandang cacat. Lalu di Indonesia berapa jumlah penyandang disabiilitas. Sebuah data dari kemenkes tahun 2011 sebanyak 6,7 juta jiwa atau 3,11% (jpnn.com, 11/4/2012). 

Masyarakat masih menganggap bahwa penyandang disabilitas adalah orang yang tidak mampu melakukan apapun, selalu minta bantuan dan madesu. Bahkan pemerintah secara tidak langsung mendiskriminasi dan meminggirkan disabilitas yang memiliki potensi yakni “sehat jasmani dan rohani” atau Surat Keterangan Dokter” dalam sebuah persyaratan pendaftaran pekerjaan dan pendidikan.

Bahkan ketika zaman hitler, terjadi pemusnahan terhadap penyandang cacat (red: disabiitas). Di zaman tersebut penyandang disabilitas hanya dipandang sebelah mata sebagai kaum yang tidak layak untuk tinggal di bumi ini.

Maka jika kita urutkan dari zaman ke zaman, sebenarnya masyarakat semakin lama semakin baik perspektifnya. Hal itu terjadi ketika Ratifikasi UU tentang Hak-hak Penyandang Disabilitas tahun 2011, yang secara langsung menekan ke masyarakat dan pemerintah bahwa penyandang disabilitas memiliki hak hidup yang layak, bahkan sampai detik ini para penyandang disabilitas masih berjuang untuk merealisasikan hak penyandang disabilitas yang jauh lebih “bertaring” dan komperhensif.

B. Keberadaan Masyarakat

Permasalahan kompleks mengenai disabilitas di Indonesia menjadikan sebuah isu strategis yang sangat sensitif. Hal sensitif ini mengalir karena masih adanya masyarakat yang berfikir politis (,"Buat apa sih peduli sama begituan? Mending ngurusin diri sendiri dulu baik-baik sebelum ngurusin orang lain.")

Ketika kita kecil orangtua dan guru mengajarkan kita untuk hidup gotong-royong, tenggang rasa, empati dsb. Bahkan muncul bahasa “memanusiakan manusia” sebuah semboyan yang mendalam dan penuh makna.

Memanusiakan manusia berarti menganggapnya setara dengan kita sehingga muncul sikap menerima terhadap segala kekurangannya. Entah  fisik atau mental yang terbatas. Semua kekurangan itu harus diterima sebagai sebuah keberagaman yang bukan memisahkan melainkan menyatukan.

Dengan demikian tidak ada lagi  upaya atau rasa sedikitpun untuk menghina, mengejek, meminggirkan, memojokkan, bahkan memusnahkan. Adapun membantu menjadi manusia yang lebih baik berarti menunjukkan kepedulian  membantu penyandang disabilitas untuk  mencapai kehidupan yang lebih baik.

1. Kepedulian Intern

Berarti bentuk kepedulian yang muncul dalam diri pribadi, dalam hati dan perasaan, yang berupa tenggang rasa dan empati yang nantinya terealisasi dalam bentuk perilaku yang baik.

a. Pola Asuh Keluarga yang Baik

b. Pola Pendidikan di Sekolah

c. Pola Pergaulan di Lingkungan Sekitar 

2. Kepedulian Ektern

a. Membuka Kesempatan/Peluang Kerja terhadap Penyandang Disabilitas

b. Mengadakan Fasilitas Pendukung terhadap Penyandang Disabilitas.

C. Peran

Saat ini masih ada masyarakat yang belum mengetahui dan memahami bagaimana disabilitas sebenarnya memiliki kemamuan dan kelebihan yang jarang dimiliki oranglain. Maka mengutip dari makna pendidikan dimana “yang tahu memberitahu, dan yang belum tahu mencari tahu; dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa”.

Kesempatan dalam melakukan sesuatu merupakan hal utama  dalam menjadikan sesuatu yang lebih baik. Semua orang jika diberikan kesempatan dan kepercayaan niscaya orang itupun akan mampu melakukannya termasuk penyandang disabilitas.

Keberadaan penyandang disabilitas ibarat dua sisi mata uang dalam kehidupan manusia. Mereka bukanlah akibat dari kesalahan penciptaan Tuhan, namun mereka adalah jalan pembuka bagi hati kita untuk menempa kepedulian terhadap sesama.

Tuhan menciptakan manusia itu sempurna tanpa perbedaan, yang membuat berbeda dirinya dan perasaanya sendiri.





Keterbatasan bukan berarti dunia terbatas

Narahubung: Tri Cahyadi Arief / tricahyadiarief@gmail.com

0 komentar:

Posting Komentar