“Tuhan
tidak pernah menciptakan keberuntungan atau ketidakberuntungan,
Tuhan
memberikan kesempatan untuk meraih yang kita tuju
dan bagai
mana cara kita atau jalan kita untuk memperolehnya”
Disabilitas
bukanlah hal baru ditelinga kita, dahulu kita mengetahuinya dengan kata
penyandang cacat. Lalu di Indonesia berapa jumlah penyandang disabiilitas.
Sebuah data dari kemenkes tahun 2011 sebanyak 6,7 juta jiwa atau 3,11% (jpnn.com, 11/4/2012).
Masyarakat masih menganggap bahwa penyandang disabilitas adalah orang yang tidak mampu
melakukan apapun, selalu minta bantuan dan madesu. Bahkan pemerintah secara
tidak langsung mendiskriminasi dan meminggirkan disabilitas yang memiliki
potensi yakni “sehat jasmani dan rohani” atau Surat Keterangan Dokter” dalam sebuah
persyaratan pendaftaran pekerjaan dan pendidikan.
Bahkan
ketika zaman hitler, terjadi
pemusnahan terhadap penyandang cacat (red: disabiitas). Di zaman tersebut penyandang
disabilitas hanya dipandang sebelah mata sebagai kaum yang tidak layak untuk tinggal
di bumi ini.
Maka jika kita urutkan dari zaman ke zaman, sebenarnya
masyarakat semakin lama semakin baik perspektifnya. Hal itu terjadi ketika
Ratifikasi UU tentang Hak-hak Penyandang Disabilitas tahun 2011, yang secara
langsung menekan ke masyarakat dan pemerintah bahwa penyandang disabilitas
memiliki hak hidup yang layak, bahkan sampai detik ini para penyandang
disabilitas masih berjuang untuk merealisasikan hak penyandang disabilitas yang
jauh lebih “bertaring” dan komperhensif.
B. Keberadaan Masyarakat
Permasalahan kompleks mengenai disabilitas di
Indonesia menjadikan sebuah isu strategis yang sangat sensitif. Hal sensitif ini mengalir karena masih adanya
masyarakat yang berfikir politis (,"Buat apa sih peduli sama begituan?
Mending ngurusin diri sendiri dulu baik-baik sebelum ngurusin orang
lain.")
Ketika kita kecil orangtua dan guru mengajarkan kita
untuk hidup gotong-royong, tenggang rasa, empati dsb. Bahkan muncul bahasa
“memanusiakan manusia” sebuah semboyan yang mendalam dan penuh makna.
Memanusiakan manusia berarti menganggapnya setara
dengan kita sehingga muncul sikap menerima terhadap segala kekurangannya. Entah
fisik atau mental yang terbatas. Semua kekurangan itu harus diterima
sebagai sebuah keberagaman yang bukan memisahkan melainkan menyatukan.
Dengan demikian tidak ada lagi upaya atau rasa
sedikitpun untuk menghina, mengejek, meminggirkan, memojokkan, bahkan
memusnahkan. Adapun membantu menjadi manusia yang lebih baik berarti
menunjukkan kepedulian membantu penyandang disabilitas untuk
mencapai kehidupan yang lebih baik.
1. Kepedulian Intern
Berarti bentuk kepedulian yang muncul dalam diri
pribadi, dalam hati dan perasaan, yang berupa tenggang rasa dan empati yang
nantinya terealisasi dalam bentuk perilaku yang baik.
a.
Pola Asuh Keluarga yang Baik
b.
Pola Pendidikan di Sekolah
c.
Pola Pergaulan di Lingkungan
Sekitar
2. Kepedulian
Ektern
a.
Membuka Kesempatan/Peluang
Kerja terhadap Penyandang Disabilitas
b.
Mengadakan Fasilitas
Pendukung terhadap Penyandang Disabilitas.
C. Peran
0 komentar:
Posting Komentar