Kamis, 24 November 2016

Aku, Kamu, Mereka = Kita



 
Sebuah keresahan yang sudah membatu membuat saya menulis sedikit cerita yang menurut sebagian orang tidak penting, tapi ini mendasar untuk saya ceritakan. Saya meyakini semua pembaca tulisan ini adalah generasi-generasi terdidik dalam memandang dan menyikapi sesuatu.

Mari kita mulai!

Indonesia merdeka sudah 71 tahun (hari ini), dengan catatan sejarah yang panjang dalam perjuangan. Bangsa ini tersohor karena memiliki beragam budaya, suku, bahasa dan manusia. Manusia yang dikenal banyak orang adalah manusia normal atau manusia pada umumnya. Saya yakin bahwa perjuangan negara untuk merdeka juga dilakukan oleh orang-orang cacat pada zaman itu (maaf saya bukan ahli sejarah, tapi boleh yaa berpendapat).

Lalu timbul pertanyaan yang menggelitik tapi cukup mendasar. Kenapa orang cacat itu tak masuk catatan sejarah? 

Mari kita berjalan kebelakang sebentar saja. berada kira-kira pada zaman abad 15 sampai abad 17 (kalau salah tolong koreksinya), dimana pada masa itu ada masa belas kasih, pola pikir kaum berpikir hanya terpusat pada kasihan, beranjak pada masa penyantunan, cara berpikir abad ini orang cacat hanya disantuni saja. Karena budaya berpikir pada masa itu belum secantik sekarang. mungkin hal itu yang membuat orang cacat tak pernah masuk dalam catatan sejarah.

Lanjut (lagi)!!

Sebagian pembaca mungkin bertanya kenapa saya masih menggunakan istilah cacat dalam tulisan saya. Iya, sebab saya mencoba membawa pembaca bagaimana melihat perjalanan kata cacat sampai kepada kata disabilitas. Perjuangan dan penuntutan keadilan para penyandang cacat sedikit terkabul ketika mereka menyuarakan agar kata cacat itu dihilangkan dan diganti dengan bahasa yang lebih halus. Hal itu kemudian didengar oleh pemerintah dan dengan rapat yang cukup banyak menelan uang negara, yang akhirnya kata cacat dihilangkan, lalu munculah kata disabilitas. Ternyata perjuangan untuk mengganti nama cacat saja butuh perjuangan, yakni dari pertama merdeka sampai kata disabilitas muncul butuh waktu yang sangat sangat lama, hingga puluhan tahun bahkan. 

Lalu bagaimana dengan pemenuhan hak?

Berbicara pemenuhan hak berarti berbicara kesetaraan. Oh iya, sang pemikir tua (saya menyebutnya) yang dahulu membuat UUD 1945 dan pancasila sebagai dasar negara memiliki pemikiran sangat baik. Pembaca tidak akan menemukan satu kata pun tentang mayoritas atau minoritas dalam pembukaan UUD. 

Haruskah kita membangunkan pemikir tua tadi dari tidurnya untuk menjelaskan bahwa semua warga negara Indonesia ini sama?
 
Haruskah penyandang disabilitas ini menuntut kesetaraan terus menerus sampai negara ini berdiri satu hari sebelum kiamat?

Sangat berat memang. Namun generasi muda tercipta untuk memutus generasi tua atau pemimpin yang mengacau, sudah saatnya turun tangan dan berbuat. Untuk merubah generasi tua nampaknya sudah tidak mungkin, sebab logika berpikir mereka hari ini sudah sangat berbeda.

Pemikiran hari ini adalah hasil dari pemikiran masa lalu, sedang pemikiran masa depan adalah hasil pemikiran hari ini. Struktur berpikir yang benar akan membuat semua masalah berujung solusi (Anies Baswedan). Mungkin gagasan ini cocok untuk bagaimana kita menyelesaikan masalah dengan struktur berpikir. Tugas generasi muda hari ini adalah membukakan perspektif kepada generasi muda yang lain. Sebab, bangsa ini akan dipimpin oleh generasi muda nantinya. Perspektif yang kita gaungkan adalah bagaimana cara pandang kita melihat penyandang disabilitas itu sama dalam hak sebagai warga negara. Kalau generasi muda yang memimpin nantinya masih sama saja seperti sekarang, sepertinya penyandang disabiitas akan bekerja ekstra dalam pemenuhan hak nya. Tan Malaka dalam Madilog pernah berbicara “Perjuangan kaum yang tertindas akan terus berlanjut ketika penguasa atau penghisap masih ada dalam pimpinan kekuasaan” kira-kira begitu.

Aku, Kamu, Mereka = Kita

Kata kita memiliki arti yang menyatukan, menyamakan, dll. Dalam arti berbeda adalah disabilitas akan memiliki kesamaan ketika di tangan pemimpin yang mampu menyetarakan mereka.

Mari berbuat dengan cara kita masing-masing untuk kesetaraan disabilitas dan negara. 

Ady Syahputra Gultom

0 komentar:

Posting Komentar