Oleh: Mia Ranin Aulia
Apa itu Disabilitas?
Membuat definisi untuk disabilitas bukan
pekerjaan mudah karena setiap elemen masyarakat mempunyai perspektif yang
berbeda-beda. Ada kelompok yang melihatnya sebagai masalah kesehatan sementara kelompok
lain mungkin melihatnya semata sebagai pihak yang perlu diberi derma. Ada juga
yang percaya bahwa disabilitas itu sendiri sebenarnya bukan merupakan
penghalang bagi seseorang untuk berpartisipasi penuh dalam masyarakat, tetapi
disabilitas adalah hambatan yang ada di di lingkungan, misalnya, gedung yang
tidak bisa diakses. Contoh klasik untuk masalah ini adalah ketika seorang
pengguna kursi roda tidak bisa pergi ke bioskop karena gedungnya tidak memiliki
akses untuk kursi roda.
Faktor lain yang juga membuat
masalah disabilitas menjadi kompleks adalah lingkungan tempat penyandang
disabilitas tinggal. Dalam laporan WHO berjudul World Disability
Report 2010 disebutkan bahwa orang-orang yang memiliki
disabilitas yang sama bisa mengalami hal yang berbeda. Misalnya, myopia adalah
gangguan penglihatan yang sangat umum terjadi dan bisa diatasi dengan mudah
yaitu cukup dengan menggunakan kacamata, atau dengan operasi kecil. Namun, di
Brazil, anak-anak dengan myopia menghadapi masalah di kelas karena orangtua mereka
tidak sanggup membelikan mereka kacamata atau membiayai operasi mata.
Laporan ESCAP mengungkapkan bahwa setiap negara memiliki definisinya
sendiri tentang disabilitas. Malah, di beberapa negara, seperti Indonesia,
setiap badan pemerintahan memiliki istilah dan definisinya sendiri. Keragaman
definisi ini membuat organisasi internasional seperti DPI memutuskan untuk
tidak mengadopsi atau membuat definisi untuk menghindari kemungkinan terjadi
perselisihan dengan pihak lain. Konvensi Hak Penyandang
Disabilitas (CPRD), konvensi PBB yang diakui secara universal tidak memuat
definisi yang pasti mengenai disabilitas. Alih-alih, CRPD ‘mengakui bahwa
disabilitas adalah konsep yang terus berkembang dan bahwa disabilitas lebih
merupakan akibat dan bukan penyebab bagi ketakmampuan seseorang untuk
berpartisipasi penuh dalam kehidupan masyarakat. Konsep ini juga digunakan oleh
satu instrument internasional lain, yaitu International Classification of Functioning, Disabilty, and
Health (ICF) yang menggunakan istilah disabilitas sebagai istilah payung
yang mengacu kepada keberfungsian individu, yaitu keterbatasan aktifitas, dan pembatasan
partisipasi.
Belakangan ini ada gejala yang menunjukkan
terjadinya transisi dalam memandang disabilitas dari model medis ke model
sosial. Model medis memandang disabilitas sebagai masalah kesehatan sementara
model sosial memandang disabilitas sebagai hasil dari interaksi sosial.
Kedua model ini tidak bisa dilihat secara terpisah karena disabilitas juga
berakar dari dan mempengaruhi kondisi kesehatan seseorang dan kedua model ini
saling melengkapi.
Data tentang Disabilitas
The World Report on Disability memperkirakan bahwa 15% populasi dunia, lebih dari satu miliar
orang, hidup dengan disabilitas, dan 2,2% mengalami kesulitan yang serius
karena kondisi itu. Namun, laporan ini juga menyatakan bahwa hingga saat ini
tidak ada data yang memadai mengenai jumlah penyandang disabilitas. Hal ini
terjadi karena metodologi pengumpulan data yang tidak beragam dan tidak standar
yang dilakukan di setiap negara. Data yang memadai sangat diperlukan sebagai
dasar untuk merumuskan dan mengembangkan strategi dan rencana dalam memperbaiki
kesejahteraan hidup penyandang disabilitas.
Usaha untuk mengumpulkan data global
tentang disabilitas telah dilakukan oleh PBB melalui DISTAT, yang
ditujukan untuk menyimpan statistik disabilitas di seluruh dunia. Pangkalan
data ini terbuka bagi setiap orang yang membutuhkannya. Namun, metode dan
standar yang diterapkan oleh negara-negara yang memberikan datanya masih beragam. Dengan demikian, tingkat prevalensi
masing-masing negara tidak bisa diperbandingkan.
Jenis Disabilitas
Dalam bahasa orang awam, disabilitas
biasanya masuk ke dalam kategori yang jamak digunakan, seperti orang yang
kehilangan anggota tubuh, pengguna kursi roda, tunarungu atau tunanetra, dan
mereka yang memiliki kesulitan berbicara. Meskipun anggapan ini ada benarnya,
disabilitas lebih dari sekedar itu. Disabilitas tidak hanya meliputi gangguan
yang terlihat, tapi juga setiap jenis gangguan yang menghambat kegiatan
seseorang sehari-hari.
Dalam laporan ESCAP disebutkan
bahwa tanggapan responden terhadap pertanyaan mengenai jenis-jenis disabilitas
beragam. Beberapa responden lebih fokus kepada disabilitas fisik, sensori, dan
intelektual, sementara responden yang lain juga mengikutsertakan disabilitas
psiko-sosial dan disabilitas yang takterlihat, seperti kesulitan berbicara dan
gangguan perkembangan.
Di lain pihak, ICF, yang menggabungkan
model sosial dan medis, mengukur keberfungsian individu ke dalam enam wilayah:
- kognisi (memahami dan komunikasi )
- gerak (kemampuan untuk bergerak dan bepergian)
- pemeliharaan diri (kemampuan untuk menjaga kebersihan diri, berpakaian, makan, dan hidup mandiri).
- bergaul (kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain)
- kegiatan sehari-hari (kemampuan untuk memikul tanggung jawab di rumah, sekolah, dan pekerjaan)
- partisipasi di dalam masyarakat (kemampuan untuk terlibat di dalam kegiatan di masyarakat, umum, dan rekreasi)
Dalam istilah yang lebih umum, laman
Disabled World (http://www.disabled-world.com) memberikan
delapan kategori disabilitas:
- hambatan gerak dan fisik
- disabilitas tulang belakang
- disabilitas cedera kepala-otak
- disabilitas penglihatan
- disabilitas pendengaran
- disabilitas kognitif atau belajar
- gangguan psikologis
- disabilitas takterlihat
Di blog ini, istilah "disabilitas" sering dipakai dalam arti "penyandang disabilitas". Padahal disability (yang kita terjemahkan disabilitas), dalam bahasa Inggris, artinya adalah kecacatan atau ketunaannya, bukan penyandangnya.
BalasHapusKesalah-kaprahan ini wajib diluruskan. Gunakanlah istilah "penyandang disabilitas" atau, seperti yang kami pilih "difabel" (yang lebih ringkas dan tidak menganding kata penyandang)