JAKARTA, BRAVO FOR DISABILITIES - Tepat pada tanggal 4 Januari 206 tahun silam merupakan tanggal yang sangat istimewa bagi tunanetra. Di hari itu lahirlah seorang manusia berkebangsaan Perancis yang tak lain dan tak bukan ialah pencipta suatu tulisan yang hingga kini selalu digunakan oleh tunanetra dalam hal menulis dan membaca. Louis Braille namanya, sangat harum dan sangat terkenang namahnya oleh masyarakat luas, terutama tunanetra. karena berkat beliau, tunanetra di seluruh dunia dapat belajar membaca dan menulis, dan oleh
karehanya dapat mengenyam pendidikan sebagaimana rekan-rekannya yang
awas melalui Tulisan Braille.
Sistem tulisan Braille pertama kali digunakan di L’Institution Nationale des Jeunes Aveugles, Paris, dalam rangka mengajar siswa-siswa tuna netra. Namun terdapat beberapa masalah dalam penggunaan huruf braille bagi tunanetra tersebut. Karena sistem baca dan penulisan yang tidak lazim, sulit untuk meyakinkan masyarakat mengenai kegunaan dari huruf Braille bagi kaum tuna netra.
Salah satu penentang tulisan Braille adalah Dr. Dufau, asisten direktur L’Institution Nationale des Jeunes Aveugles. Dufau kemudian diangkat menjadi kepala lembaga yang baru. Untuk memperkuat gerakan anti-Braille, semua buku dan transkrip yang ditulis dalam huruf Braille dibakar dan disita. Namun dikarenakan perkembangan murid-murid tuna netra yang begitu cepat sebagai bukti dari kegunaan huruf Braille, menjelang tahun 1847 sistem tulisan tersebut diperbolehkan kembali.
Pada tahun 1851 tulisan Braille diajukan pada pemerintah negara Perancis agar diakui secara sah oleh pemerintah. Sejak saat itu penggunaan huruf Braille mulai berkembang luas hingga mencapai negara-negara lain. Pada akhir abad ke-19 sistem tulisan ini diakui secara universal dan diberi nama ‘tulisan Braille’. Di tahun 1956, Dewan Dunia untuk Kesejahteraan Tuna Netra (The World Council for the Welfare of the Blind) menjadikan bekas rumah Louis Braille sebagai museum. Kediaman tersebut terletak di Coupvray, 40 km sebelah timur Paris. Sistem tulisan Braille mencapai taraf kesempurnaan di tahun 1834.
Huruf-huruf Braille menggunakan kerangka penulisan seperti kartu domino. Satuan dasar dari sistem tulisan ini disebut sel Braille, di mana tiap sel terdiri dari enam titik timbul; tiga baris dengan dua titik. Keenam titik tersebut dapat disusun sedemikian rupa hingga menciptakan 64 macam kombinasi. Huruf Braille dibaca dari kiri ke kanan dan dapat melambangkan abjad, tanda baca, angka, tanda musik, simbol matematika dan lainnya. Ukuran huruf Braille yang umum digunakan adalah dengan tinggi sepanjang 0.5 mm, serta spasi horizontal dan vertikal antar titik dalam sel sebesar 2.5 mm.
Setelah bertahun-tahun penggunaan huruf braille bagi tunanetra, namun masih saja banyak problematika yang dihadapi tunanetra dalam berpartisipasi di masyarakat. Seperti kita ketahui bahwa meskipun huruf braille telah lama digunakan, namun belum banyak buku-buku yang pengadaannya menggunakan tulisan braille.
Untuk disabilitas netra, buku braille adalah kunci literasi. Sekarang ini, hukum hak cipta mengharuskan sekolah untuk mendapatkan izin untuk mereproduksi buku yang aksesibel dengan menggunakan braille, atau cetakan dengan ukuran besar. Jika Negara tidak mempunyai pengecualian tentang penggunaan hak cipta bagi tunanetra, hal tersebut dapat membatasi akses tunanetra terhadap pendidikan dan menyingkirkan akses tunanetra terhadap buku-buku dan materi pembelajaran yang ia butuhkan.
Selain itu di sekolah-sekolah penyelenggara sekolah inklusi di Indonesia yang terdapat tunanetranya, masih terdapat banyak kasus peserta didik yang memiliki hambatan penglihatan tidak diberikan soal bertuliskan huruf braille ketika menghadapi ujian nasional. Hal itu menyebabkan mereka harus mengandalkan guru pendamping atau pengawas ujian, untuk membacakan soal-soal. Pihak sekolah menyayangkan, tidak adanya huruf braille, sebagai bentuk diskriminasi terhadap siswa berkebutuhan khusus.
Dalam hal partisipasi politik, disabilitas netra masih banyak mengalami diskriminasi. di antaranya adalah banyak terdapat kasus belum meratanya distribusi alat bantu surat suara untuk tunanetra yang biasa disebut template.. Hal itu menyebabkan banyak pemilih disabilitas, khususnya tunanetra yang tidak dapat menggunakan hak pilihnya pada pesta demokrasi lima tahunan tersebut. "Banyak tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tidak menyediakan template surat suara, meski pada DPT tercantum pemilih tuna netra," kata Setiyaningsih Budi Lestari selaku Ketua LSM Center for Improving Qualified Activity in Life of People with Disabilities (CIQAL), Rabu (11/6/2014).
Pada tahun 2014, Pemerintah dan DPR RI telah menerbitkan Undang-Undang nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang merupakan pengganti Undang-Undang nomor 19 tahun 2002. Dalam Undang-undang hak cipta Indonesia, pencetakan buku untuk tunanetra telah diatur di dalamnya. Pada Undang-Undang nomor 28 tahun 2014, pengaturan itu ada pada pasal 44 ayat 2, yang berbunyi:“Fasilitasi akses atas suatu Ciptaan untuk penyandang tuna netra, penyandang kerusakan penglihatan atau keterbatasan dalam membaca, dan/atau pengguna huruf braille, buku audio, atau sarana lainnya, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap, kecuali bersifat komersial.”
Mengacu pada aturan tersebut, lembaga yang menyediakan informasi aksessibel dalam bentuk buku bagi tunanetra, tidak perlu meminta ijin kepada pemegang hak cipta. Yang perlu menjadi catatan, pembuatan buku versi aksessibel itu dilakukan dengan menyebutkan sumbernya secara lengkap, siapa penulisnya, penerbitnya, cetakan ke berapa dan tahun berapa, dan kegiatan tersebut tidak bersifat komersial.
Namun demikian, aturan ini masih harus disosialisasikan. Dibutuhkan panduan yang lebih rinci, untuk membuat penulis dan penerbit lebih memahaminya. Untuk itu, perlu langkah pro aktif dari Pemerintah, dalam hal ini adalah direktorat Hak kekayaan Intelektual, serta dukungan komunitas penerbit yang tergabung dalam Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi), serta para penulis. Bagaimanapun, Hak Membaca adalah hak asasi manusia yang penting bagi semua orang, tak terkecuali para penyandang tunanetra.
Dalam peringatan Hari Braille Sedunia, kami mengajak semua orang untuk dapat mengawal pemerintah dalam kaitannya bahwa Hak untuk Membaca adalah salah satu hak asasi manusia. Dengan mendorong untuk menandatangani dan meratifikasi Perjanjian Marrakesh (Perjanjian tentang Fasilitasi Akses untuk menerbitkan karya-karya untuk Tunanetra, orang dengan Gangguan Penglihatan). -Keterbatasan Bukan Berarti Dunia Terbatas-
Pc in the online game | GTSS.org
BalasHapusThe Sega Genesis has spawned a handful 소울 카지노 of sequels in 예스카지노 which the name was used. For Sega Genesis II and III, the name of the game is