Rapat Kerja Pengurus Bravo 2013-2015

Para pengurus Bravo sedang berkumpul dengan duduk melingkar di Anjungan Nusa tenggara barat (NTB) TMII, 29-30 desember 2012.

Peringatan hari Disabilitas internasional se-Jabodetabek

Volunteer Bravo sedang berdiskusi untuk membantu kawan-kawan disabilitas

Peringatan hari Disabilitas Internasional se-Jakarta

Kawan-kawan disabilitas sedang jalan sehat dari Monas - Bundaran Hotel Indonesia (HI)

Selalu semangat untuk kawan-kawan disabilitas

Rani Aziz, Koordinator umum sedang berdiskusi dengan Bimo Wahyudi, Koordinator harian bravo

Volunteer Bravo Bersama Barrier free turism

Sedang membantu kawan disabilitas daksa menaiki tangga di stasiun cikini yang tidak akses

Jumat, 29 April 2016

DISABILITAS DAN PANDANGAN MASYARAKAT

“Tuhan tidak pernah menciptakan keberuntungan atau ketidakberuntungan,

Tuhan memberikan kesempatan untuk meraih yang kita tuju

dan bagai mana cara kita atau jalan kita untuk memperolehnya”



A.     Perjalanan Paradigma 

Disabilitas bukanlah hal baru ditelinga kita, dahulu kita mengetahuinya dengan kata penyandang cacat. Lalu di Indonesia berapa jumlah penyandang disabiilitas. Sebuah data dari kemenkes tahun 2011 sebanyak 6,7 juta jiwa atau 3,11% (jpnn.com, 11/4/2012). 

Masyarakat masih menganggap bahwa penyandang disabilitas adalah orang yang tidak mampu melakukan apapun, selalu minta bantuan dan madesu. Bahkan pemerintah secara tidak langsung mendiskriminasi dan meminggirkan disabilitas yang memiliki potensi yakni “sehat jasmani dan rohani” atau Surat Keterangan Dokter” dalam sebuah persyaratan pendaftaran pekerjaan dan pendidikan.

Bahkan ketika zaman hitler, terjadi pemusnahan terhadap penyandang cacat (red: disabiitas). Di zaman tersebut penyandang disabilitas hanya dipandang sebelah mata sebagai kaum yang tidak layak untuk tinggal di bumi ini.

Maka jika kita urutkan dari zaman ke zaman, sebenarnya masyarakat semakin lama semakin baik perspektifnya. Hal itu terjadi ketika Ratifikasi UU tentang Hak-hak Penyandang Disabilitas tahun 2011, yang secara langsung menekan ke masyarakat dan pemerintah bahwa penyandang disabilitas memiliki hak hidup yang layak, bahkan sampai detik ini para penyandang disabilitas masih berjuang untuk merealisasikan hak penyandang disabilitas yang jauh lebih “bertaring” dan komperhensif.

B. Keberadaan Masyarakat

Permasalahan kompleks mengenai disabilitas di Indonesia menjadikan sebuah isu strategis yang sangat sensitif. Hal sensitif ini mengalir karena masih adanya masyarakat yang berfikir politis (,"Buat apa sih peduli sama begituan? Mending ngurusin diri sendiri dulu baik-baik sebelum ngurusin orang lain.")

Ketika kita kecil orangtua dan guru mengajarkan kita untuk hidup gotong-royong, tenggang rasa, empati dsb. Bahkan muncul bahasa “memanusiakan manusia” sebuah semboyan yang mendalam dan penuh makna.

Memanusiakan manusia berarti menganggapnya setara dengan kita sehingga muncul sikap menerima terhadap segala kekurangannya. Entah  fisik atau mental yang terbatas. Semua kekurangan itu harus diterima sebagai sebuah keberagaman yang bukan memisahkan melainkan menyatukan.

Dengan demikian tidak ada lagi  upaya atau rasa sedikitpun untuk menghina, mengejek, meminggirkan, memojokkan, bahkan memusnahkan. Adapun membantu menjadi manusia yang lebih baik berarti menunjukkan kepedulian  membantu penyandang disabilitas untuk  mencapai kehidupan yang lebih baik.

1. Kepedulian Intern

Berarti bentuk kepedulian yang muncul dalam diri pribadi, dalam hati dan perasaan, yang berupa tenggang rasa dan empati yang nantinya terealisasi dalam bentuk perilaku yang baik.

a. Pola Asuh Keluarga yang Baik

b. Pola Pendidikan di Sekolah

c. Pola Pergaulan di Lingkungan Sekitar 

2. Kepedulian Ektern

a. Membuka Kesempatan/Peluang Kerja terhadap Penyandang Disabilitas

b. Mengadakan Fasilitas Pendukung terhadap Penyandang Disabilitas.

C. Peran

Saat ini masih ada masyarakat yang belum mengetahui dan memahami bagaimana disabilitas sebenarnya memiliki kemamuan dan kelebihan yang jarang dimiliki oranglain. Maka mengutip dari makna pendidikan dimana “yang tahu memberitahu, dan yang belum tahu mencari tahu; dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa”.

Kesempatan dalam melakukan sesuatu merupakan hal utama  dalam menjadikan sesuatu yang lebih baik. Semua orang jika diberikan kesempatan dan kepercayaan niscaya orang itupun akan mampu melakukannya termasuk penyandang disabilitas.

Keberadaan penyandang disabilitas ibarat dua sisi mata uang dalam kehidupan manusia. Mereka bukanlah akibat dari kesalahan penciptaan Tuhan, namun mereka adalah jalan pembuka bagi hati kita untuk menempa kepedulian terhadap sesama.

Tuhan menciptakan manusia itu sempurna tanpa perbedaan, yang membuat berbeda dirinya dan perasaanya sendiri.





Keterbatasan bukan berarti dunia terbatas

Narahubung: Tri Cahyadi Arief / tricahyadiarief@gmail.com

Rabu, 06 April 2016

Ujian Nasionalnya Anak Berkebutuhan Khusus


Jalanan menuju Jakarta pagi ini tak seramai hari biasanya. Penyebabnya jalanan yang biasanya nampak ramai oleh para pekerja dan pelajar kini yang tersisa hanyalah para pekerja yang mengais rezeki di kota metropolitan itu. Hanya sedikit pemuda yang menggunakan seragam putih abu melintasi jalanan padat Jakarta seperti jalan utama dari arah Depok menuju Jakarta melintasi Lenteng Agung. Pemandangan tersebut terjadi karena mayoritas pelajar SMA di DKI Jakarta sedang menempuh Ujian Nasional tingkat SMA, sehingga sekolah diliburkan untuk kelas 10 dan 11 SMA dan sederajatnya. 
 
Ujian Nasional biasanya merupakan momok bagi pelajar tingkat akhir. Betapa tidak selama bersekolah kurang lebih tiga tahun hanya ditentukan oleh hasil nilai Ujian Nasional yang dikerjakan kurang lebih selama seminggu. Banyak sekolah yang menyelenggarakan suatu kegiatan  yang membuat siswa/I lebih tenang dalam menghadapi UN diantaranya dengan menyelenggarakan simulasi Ujian Nasional berbentuk Try Out supaya siswa/I terbiasa dalam mengahadapi butir soal ujian nasional, tambahan jam pelajaran yang dkhususkan materi yang di Ujian Nasionalkan, hingga acara doa bareng yang bertajuk Istighosah yang selalu menjadi acara langganan dalam hari-hari menjelang Ujian Nasional tersebut. 

Kegetiran yang dialami siswa/I SMA dan sederajat juga dialami oleh Siswa/I berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah-sekolah inklusi yang tersedia, maupun di sekolah khusus seperti sekolah luar biasa. Berbagai persiapan telah dilakukan oleh peserta didik maupun pihak sekolah. Diantaranya melatih mental, memberikan tambahan jam belajar, pelatihan try out, mempersiapkan peralatan ujian nasional sejak lama, melakukan Istighosah atau doa bersamapun juga menjadi hal yang rutin dilakukan. Apalagi tahun ini perdana diselenggarakannya ujian nasional berbasis komputer (UNBK). 

Berbeda dengan siswa/I pada umumnya, Ujian Nasional bagi peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah inklusi merupakan hal yang sunnah untuk dilaksanakan. Standar kelulusan untuk peserta didik berkebuthan khusus tidak semata ditentukan melalui ujian nasional. Peserta didik berkebutuhan khusus yang mendapat rekomendasi dari guru pendidikan khusus yang berada di sekolah setempat, boleh mengikuti ujian nasional layaknya peserta didik umum. Namun jika tidak mendapat rekomendasi, maka penentuan kelulusan pserta didik berkebtuhan khusus ditentukan melalui ujian sekolah dan pihak sekolah lah yang menentukan nasib kelulusan peserta didik berkebutuhan khusus tersebut.

Dalam teknis pelaksanaan Ujian Nasional di sekolah khusus ataupun sekolah luar biasa, terdapat hal-hal yang membedakan antara peserta didik umum dan peserta didik berkebutuhan khusus. Alokasi waktu menjadi pembeda dilaksanakannya ujian nasional di sekolah khusus. Ada penambahan waktu sekitar 30 menit untuk peserta didik berkebutuhan khusus. Jika SMA diberikan waktu 90 menit, berarti sekolah khusus mendapatkan waktu 120 menit. Sementara terkait tingkat kesulitan soal UN SLB hampir sama dengan sekolah umum, karena pembelajaran yang diterapkan sesuai kurikulum yang ditetapkan.
 
Berdasarkan Permendikbud Nomor 70 tahun 2009, pendidikan inklusif dimaksudkan sebagai sitem layanan pendidikan yang mengikut sertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah regular yang terdeksat dengan tempat tinggalnya. Penyelenggaraan pendidikna inklusif menuntut pihak sekolh melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, maupun sistem pembelajran yang disesuaikan dengan kebutuuhan individu peserta didik, termasuk juga dalam penyelanggaraan ujian nasional ini. Dalam hal ini diperlukan penyesuaian dari pihak sekolah agar peserta didik di sekolah inklusi dapat mengikuti ujuan nasional dnegan baik, diataranya soal yang berbentuk Braille bagi peserta didik dengan hambatan penglihatan, disediakan butir soal pengganti bagi peserta didik dengan hambatan mendengar ketika menjawab soal listening dalam mata pelajaran bahasa inggris, maupun disediakan alat khusus bagi peserta didik dengan hambatan fisik.

Narahubung: Denny Abdurrachman (denny_271294@yahoo.co.id)